Sabtu, 30 Juni 2012

Bapak Tua

0 komentar
Hari itu ada kegiatan Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) HmI Cab. Makassar Timur. Itu kegiatan sejenis dialog terbuka, tidak tutup-tutupan, tapi tak buka-bukaan. Tema kegiatan itu "how to build gold generation". Generasi emas? iya di atas generasi perak dan perunggu.

Kegiatannya harusnya luarbiasanya. Pemateri nya mantap-mantap. 2 dari nya dari teman sejawat. Ada Pakar Neurologi (tdk paham? itu artinya saraf, ha ha), ada pakar Gizi, juga yg spesial ada Bapak tua yg memang betul tua. dari fisik awalnya.

Bapak itu sebenarnya pemateri pengganti dari seorang guru besar sebuah universitas negri di Makassar. Kata-nya bapak itu lebih senior dr yg diganti. makanya saya juga heran, tak berlaku hukum senioritas di dunia pemateri. Bapak itu datang dengan pakaian sederhana. Kemeja kaos berwarna kuning kusam, celana kain, dan sendal khas bapak-bapak. Beliau datang dengan sebuah buku tulis kecil lengkap dengan pulpen-nya. Buku nya tampak kusam, seperti sering dibuka, ditulis dan dipakai. Produktif sepertinya kata seorang teman saya.
Bapak itu katanya penulis rutin di sebuah koran ternama di Makassar. Tidak hanya itu, bapak itu adalah pemerhati sejarah. Sejarah Indonesia, sejarah Toraja, sejarah Belanda, sejarah Bugis juga. Memang sejarah itu banyak, termasuk ceritanya, tergantung subyek nya. Nah itu juga yang menarik, bapak itu seorang Nasrani. Pasti heran kenapa jadi pemateri di HmI? Karena mungkin beliau lebih mengerti Islam daripada kita? Karena mungkin ini dialog multidimensional?

Ya, dialog terbukan akhirnya mulai.
Dimulai dari pemaparan tentang sistem neurologi terkhusus otak dalam kehidupan ini. Lalu peran penting nutrisi baik dalam menciptakan manusia mantap. hingga pemaparan luas oleh Bapak tua ini.
Mulai memaparkan tentang sejarah nya dlu waktu sekolah oleh belanda atau di belanda. Saya juga kurang menyimak. Ya, sempat banyak aktif konsentrasi pada yang lain juga. Banyak tamu waktu itu.

"Seorang pastor pernah bertanya kepada ku, "Pak, kok sudah lama ini saya tak pernah melihat bapak masuk gereja?" saya jawab, "Sebelum saya jawab pertanyaan bapak pastor, sya mau tanya dlu ke bapak, Apakah gereja pernah keluar dari hati ku?"
Sempat memikirkan apa kode makna yg tersirat di cerita oleh bapak itu. Banyak, sangat multikode.

Setelah sesi pertanyaan selesai, dialog terbuka juga berakhir.
Bapak tua ini ingin pulang. juga yang lain. Tadi bapak ini berangkat dengan taksi ke lokasi dialog. Tapi kali ini saya yang akan mengantar beliau pulang.
Diawal perjalanan, bapak ini bilang, ingin menjenguk anaknya yang sudah berkeluarga, seorang dokter juga katanya, yang akan menjalani operasi kista. Harus hari ini jenguk nya katanya, karena beliau akan berangkat ke jakarta besok pagi juga untuk menjenguk anaknya yang akan sekolah di amerika.
Lalu untuk memastikan tujuan, bapak tua menelpon anaknya apakah dia ada di rumah atau tidak. Mungkin agak ribet menempelkan telinga ke handphone, bapak pake loudspeaker, saya dengar pembicaraan.
Sempat terenyuh, diam, dan mmhh bingung juga.
Oh itu dia anak yg diseberang telpon, menjawab dengan agak kurang pantas ke seorang ayah. dia sedang diluar lagi belanja, tidak di rumah. jadi katanya ayahnya pergi saja cari makan dan keliling2 kota (sendiri) saja dlu.
Bapak tua lalu meng-iya-kan, dan bilang lagi agar anaknya hati-hati di jalan. ttuuuutttt. call disconnected.
Kembali terenyuh, terdiam, refleksi diri.

Lanjut perjalanan, beliau sangat aktif, berbanding terbalik dengan fisiknya, tiada capek. Beliau dengan semangat membicarakan banyak hal. Mulai dari keluarga nya sampe Pancasila.
Katanya semua hal mikrobiologi itu indah.
Katanya tidak memilih itu adalah sebuah pilihan.
Katanya Pancasila sangat tidak filosofik, kenapa "WALAUPUN berbeda tetap satu", tapi harus nya "JUSTRU berbeda tetap satu".
Katanya tahu, kenal, dan paham itu sangat berbeda.
Katanya orang Barru itu Bersahaja, tak berlebihan tak berkurangan.
Katanya sangat banyak, dan sangat bermakna berisi.
Beruntung saya malam itu yg mengantar, banyak isi pikiran dan hati baru.

Tak lama terasa, beliau ingin stop di pinggir jalan saja. Mau naik taksi saja jalan2 katanya. Dan itu sebuah instruksi.
Lalu saya henda berhenti tepat disamping taksi. Sempat dia bertanya nama ku sambil menepuk punggung. Lalu berkata "Ohhh, Inul ya, semoga sukses, tetap santun. hati-hati dijalan Nak."

Apalagi, sepanjang jalan saya memikirkan semua tentang bapak itu, juga sampai post ini saya buat.